Kenapa Kita Harus Menolak Omnibus Law?
Akhir-akhir ini Indonesia sedang diguncangkan dengan beberapa aksi masyarakat dan mahasiswa yang turun kejalan dengan tuntutan tolak Omnibus Law, Omnibus Law sendiri sering disebut dengan Undang-undang Sapu Jagat, pasalnya Omnibus Law tersebut mengandung berbagai macam topik perundang-undangan yang dimaksudkan untuk memangkas dan/atau mencabut beberapa Undang-undang yang sebelumnya dianggap bertentangan atau tumpang tindih dengan Undang-undang lainnya yang pada akhirnya membuat Undang-undang sebelumnya dinyatakan tidak berlaku.
Salah satu yang paling mengundang banyaknya Mahasiswa turun ke jalan adalah Omnibus Law Cipta Lapangan kerja yang beberapa pasalnya dinilai semakin menindas kaum buruh dan melanggengkan praktek Kapitalisme semakin meraja di Tanah tertindas ini, seperti halnya terkait Upah, Outsorcing dan yang lainnya. Dengan diberlakukannya Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ini semakin menindas kaum buruh. Mimpi Masyarakat Indonesia tentang pekerjaan tetap, upah yang layak seakan sirna jika RUU ini disahkan nantinya masyarakat tidak akan mendapat pekerjaan tetap karena adanya sistem kontrak, selain itu mereka akan memberhentikan pekerja (PHK) tanpa adanya pesangon dengan alasan kontrak yang sudah habis atau target perusahaan/ pabrik sudah dipenuhi.
Selain itu dihapuskannya Upah Minimum
Kota/Kabupaten (UMK) serta Upah Minimum Sektor Kota/Kabupaten akan digantikan
dengan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang akan ditetapkan oleh Pemerintah
Provinsi. Hal ini semakin menjauhkan dari kata keadilan dan memyimpang jauh
Prinsip Aswaja yakni al-adl (keadilan) serta mencederai prinsip dasar asasi
manusia al-hurriyah (kebebasan) dengan adanya pemerataan upah yang kita tahu
bahwa tiap daerah mempunyai perbedaan dalam hal kebutuhan hidup.
Selain berbagai muatan pasal yang terdapat dalam
Omnibus Law tersebut semakin menindas kelas proletar, konsep Omnibus Law
sendiri dinilai membahayakan bagi negara kita civil law yang demokratis ini,
alasannya terletak pada multisektor dan waktu pembahasannya yang bisa lebih
cepat dari UU biasanya, hal tersebut mungkin menjadi kelebihan bagi negara maju
seperti halnya Omnibus Law yang diterapkan di Amerika Serikat, namun menjadi
bahaya bagi negara ketiga seperti Indonesia ini.
Hal ini menjadi neo orde baru setelah di
tahun 1998 para pejuang memperjuangkan agar menghilangkan sentralisasi
kewenangan dan hari ini tirani tersebut kembali dikibarkan dengan menghilangkan
desentralisasi (otonomi daerah) yang mencederai asas otonomi daerah sebagai pilar
kebangsaan kita, karenan nantinya jika Omnibus Law tersebut disahkan semua
kewenangan dipusatkan pada pemerintah pusat dan menegasikan peran pemerintah
daerah.
Atas dasar tersebut lah Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII) Rayon Fakultas Adab dan Humaniora Cabang Kota Bandung
menolak secara penuh Omnibus Law Cipta Lapangan kerja dan menolak konsep
Omnibus Law diterapkan di Negara Indonesia. (Bandung, 02/03/20)
2 Komentar
Sepakat. Lawan setiap penindasan !
BalasHapusMantap
BalasHapus