Bismillahirrohmanirrohim.
Puji Tuhan, amma ba’du.
Tulisan ini saya buat dalam keadaan belum tertidur semalaman dikarenakan kebanyakan minum kopi ditambah adanya keresahan yang mengganggu ketenangan pikiran saya yang menyebabkan sulit untuk terlelap. Maka saya memutuskan untuk menuliskan saja lah, ya. Apa-apa saja yang menjadi virus di kepala saya.
Ada yang mengatakan bahwa “Hidup itu tentang Pergerakan”. Bukan saja hanya berada di dalam organisasi yang dinamakan Pergerakan tetapi tentang mau atau tidaknya setiap pribadi individu itu bergerak. "Al Harokah, Barokah." Bergerak itu berkah. Saya memahami dengan "ada berkah di setiap gerakan". Di kalangan mahasiswa ada organisasi yang bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau disingkat PMII. Saya memposisikan diri sebagai anti-tesis dari organisasi tersebut dan mencari opini dari beberapa orang yang posisinya sebagai anti-tesis juga, lalu timbul beberapa pernyataan diantaranya :
• aku gak mau masuk PMI, takut disuruh baca
buku, ngantuk.
• diskusinya siang-malam
• PMII suka demo (aksi).
Dan masih banyak pernyataan lain yang belum saya sebutkan. Kemudian saya mulai mengamati organisasi ini dengan menyelinap sebagai kader, lalu menggunakan akal saya dan mengesampingkan terlebih dahulu rasa benci saya.
Dari point pertama, perihal membaca. Memang
terkadang membaca buku itu malas dan hanya membuat kantuk. Tetapi ketika saya
berbincang dengan teman-teman saya, mulai ada rasa bosan karena yang
dibicarakan hanya itu-itu saja dan tidak jauh dari membicarakan orang lain
serta tidak membawa diri saya pada kemajuan guna melangkah kemanapun selain
untuk kesenangan. Dari rasa bosan kemudian saya coba untuk mencari inovasi baru
agar perbincangan saya lebih berkualitas dan berisi yang dimana saya harus
mengisi kapasitas otak saya dan juga memperluas kosa kata dengan cara membaca.
Baik itu membaca buku maupun membaca keadaan. Maka budaya membaca buku di
organisasi ini bukanlah suatu hal yang perlu menjadi pandangan negatif, karena
justru semua orang itu perlu untuk membaca guna memperluas wawasan.
Maju ke point yang kedua, tentang diskusi yang
tak kenal waktu. Setelah saya mulai membaca buku dan atau membaca realita, saya
bingung akan dikemanakan pengetahuan yang saya punya ini? Ada hal-hal yang
hendak saya tanyakan tetapi ini tidak masuk dalam pelajaran di jurusan.
Mulai-lah saya mencari rekan untuk diajak bertukar pikiran dan memaparkan
apa-apa saja yang sudah saya baca, dan jadilah sebuah diskusi. Dari diskusi
maka saya mencari tahu apa yang belum saya dapatkan. Dari diskusi saya belajar
mendengarkan dan menghargai lawan bicara. Dari diskusi, jumlah teman saya bertambah,
bahkan kami menjadi sahabat. Jika membaca itu untuk memperluas wawasan, maka
poin diskusi ini adalah baik untuk digunakan oleh para mahasiswa di
universitas/institusi manapun guna memperluas pikiran kapanpun dan dimanapun.
Lalu, point yang terakhir dari beberapa
pernyataan yang telah dipaparkan sebelumnya, perihal aksi. Awalnya pun saya
berpikir "ngapain sih aksi? Panas-panas an, teriak-teriak mana gak tau di
dengar atau enggak sama birokrat" akan tetapi, setelah menyaksikan dan
mereka mencapai goals dari aksi mereka; tentang UKT/BKT semisal. Maka mahasiswa
yang lain, terkhusus mahasiswa yang Kategori UKT-nya tidak sesuai dengan
keadaan ekonomi orangtuanya, itu ikut merasakan manfaatnya dan juga sangat
terbantu sekali. Dari hal ini saya mendapatkan pandangan baru bahwa organisasi
PMII ini menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian seperti yang termaktub dalam
ideologi negara yakni Pancasila nomor 2 yang berbunyi "Kemanusiaan yang
adil dan beradab". Baru mulai-lah saya berpikir secara rasional.
Terkadang, ada beberapa kesalahan maupun
kebiasaan buruk yang sering dilakukan oleh orang-orang yang berorganisasi,
tetapi juga dilakukan juga oleh anak-anak yang non-organisasi. Pertanyaannya
adalah "kesalahan atau keburukan sekecil apapun dari orang-orang yang berorganisasi
akan lebih disenangi untuk dijadikan topik pembicaraan dan juga dilekatkan
sebagai stigma pada organisasinya, sedangkan yang tidak berorganisasipun
melakukan hal yang sama dan bahkan ada yang lebih parah dalam hal melanggar
norma setempat, kenapa?" mungkin jawabannya "ya, mereka kan
berorganisasi, seharusnya lebih mengerti." dari jawaban tersebut saya
menggaris bawahi kata "lebih mengerti" yang saya artikan bahwa secara
tidak langsung adanya pengakuan dalam hal perbedaan kualitas antara individu
yang beroganisasi dan yang non-organisasi.
Maka, cobalah untuk menambah wawasan dan
memperluas pikiran dan jangan mudah menilai atau menyimpulkan hanya dari satu
sudut pandang saja. Sebab, setiap orang memiliki kepalanya masing-masing dengan
latar belakang yang berbeda-beda, dengan teman yang memiliki pendapat yang tak
biasa, dengan cuaca pikiran yang berubah-ubah. Serta perbedaan adalah sebuah
keniscayaan. Dan beramal adalah hal yang tentu saja jangan sampai terlewatkan
karena ilmu bukan untuk ilmu melainkan ilmu untuk amal.
Setelahnya saya mendalami PMII, kemudian menemukan Tri-Motto yang berbunyi Dzikir-Pikir-Amal Shaleh. Juga Tri-Khidmat yang berisi Taqwa-Intelektual-Profesional. Dan berubahlah rasa benci di awal tadi menjadi rasa cinta yang bertambah-tambah. Semoga selalu istiqomah, Ilmu dan bakti kuberikan. Adil dan makmur kuperjuangkan.
SALAM PERGERAKAN!
Wallahul Muwaffiq ila Aqwamit Tharieq.
Bandung, 13 April 2020.
4 Komentar
Mantap pmii Adhum mamprang
BalasHapusKeren ka nickiku, 😍👏
BalasHapusNah ini oke
BalasHapusBahkan lebih dari itu semua, di PMII (menurut pengalaman saya) yaitu bertambahnya keluarga, yang senantiasa membantu tanpa pandang bulu. Ada perasaan yang tidak bisa di lupakan, berproses lah semaksimal mungkin karena waktu tidak akan menunggu, dan jangan sampai menyesal karena tidak maksimal. Akupun sedikit menyesal karena dirasa belum maksimal saat berporoses di PMII, banyak kegiatan yang kutinggalkan karena kebodohan.
BalasHapusTetaplah Selalu kepalkan tangan untuk melawan setiap penindasan.
Jaya lah PMII ku, PMII mu, dan PMII kita semua.