Ticker

6/recent/ticker-posts

BUM Des Gagal Menjadi Lumbung Ekonomi Desa

BUM Des Gagal Menjadi Lumbung Ekonomi Desa

Oleh : Rusli Hermawan 

    Sejak disahkannya UU Desa No.6 Tahun 2014 lalu, sudah ada beberapa Peraturan Pemerintah (PP) yang dikeluarkan diantaranya adalah PP 43 dan PP 60 Tahun 2014. Selain itu sudah ada beberapa Peraturan Menteri Desa (Permendes) yang menegaskan bahwa Pemerintah serius mengurus desa, terlebih desa tertinggal dan transmigrasi. Selain perihal aturan, Pemerintah juga bertekad mengurusi Desa dengan menggelontorkan dana yang besar untuk Desa di seluruh pelosok Negeri yang terhitung ada sekitar 75 ribu desa dengan harapan diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan dan dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa. Tak main-main, tiap tahunnya Pemerintah menaikkan anggaran dana desa, terbukti dengan data yang didapat pada tahun 2015, Dana Desa dianggarkan sebesar Rp20,7 triliun, dengan rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi sebesar Rp280juta. Pada tahun 2016, Dana Desa meningkat menjadi Rp46,98 triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp628 juta dan di tahun 2017 kembali meningkat menjadi Rp60 Triliun dengan rata-rata setiap desa sebesar Rp800 juta. Tidak jauh beda dengan 2017, di tahun 2018 dana desa tetap yaitu 60T hanya dengan daya serap yang lebih besar sekitar 0,46% dari tahun 2017 yang 98,54%. 

     Di tahun2019-2024, Menteri Keuangan kembali menaikan nominal dana desa dengan total yaitu Rp.400T, 70 T diantaranya sudah diserap di tahun 2019, dan rencananya di tahun 2020 ini Pemerintah akan mengucurkan 72T untuk disebar ke sekitar 75 Ribu desa di Indonesia dengan rata-rata 960 juta per desa. Namun karena pandemic yang masih berlangsung, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan  Transmigrasi mengakui adanya pemangkasan dana desa menjadi Rp.71,19 T. Penurunan ini menyesuaikan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35 tahun 2020 tentang pengelolaan transfer ke daerah dan dana desa tahun anggaran 2020 dalam rangka penanganan Covid-19.

Dengan APBN (Anggaran Pendapatan, dan Belanja Negara) kepada dana desa, nominal tersebut bisa dibilang yang cukup besar,namun kemana larinya dana desa? 

    Dana desa dialokasikan kepada hal yang diprioritaskan pemerintah sesuai Permendesa PDTT 11/2019 pasal 5 tentang penggunaan dana desa dengan harapan dapat memberikan:

  1. peningkatan kualitas hidup;
  2. peningkatan kesejahteraan;
  3. penanggulangan kemiskinan; dan
  4. peningkatan pelayanan publik.

    Dengan tujuan diatas, pemerintah menerbitkan regulasi demi menopang terwujudnya harapan tersebut, salah satunya adalah Peraturan Menteri Desa (PERMENDES), Pembangunan daerah tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2015 tentang pendirian, pengurusan dan pengelolaan, dan pembubaran Badan Usaha Milik Desa. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa (yang sebagian besar dari dana desa) melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya memberikan kesejahteraan kepada masyarakat Desa.

BUM Desa sendiri secara garis besar memiliki tujuan menampung seluruh kegiatan di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kerja sama antar-Desa. Dengan harapan, BUM Desa mampu memberikan jawaban atas persoalan ekonomi warga desanya demi terwujudnya.

  1. peningkatkan perekonomian Desa.
  2. pengoptimalan aset Desa agar bermanfaat untuk kesejahteraan Desa.
  3. peningkatan usaha masyarakat dalam             
  4. pengelolaan potensi ekonomi Desa 
  5. pengembangan rencana kerjasama usaha antar desa dan/atau dengan pihak ketiga.
  6. penciptaan peluang dan jaringan pasar yang mendukung kebutuhan layanan umum warga.
  7. pembukaan lapangan kerja.
  8. peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui perbaikan pelayanan umum, pertumbuhan dan    pemerataan ekonomi Desa.
  9. peningkatan pendapatan masyarakat Desa dan Pendapatan Asli Desa.

Apakah BUM Desa itu sendiri berjalan sebagaimana yang diharapkan?

    Kebanyakan anggapan masyarakat mengenai BUM Desa itu sendiri adalah bahwa: BUM Desa harus mampu bertanggungjawab terhadap urusan pemberdayaan ekonomi desa, padahal BUM Desa lahir sebagai lembaga desa yang berfungsi menciptakan kesejahteraan warganya dengan memanfaatkan aset dan potensi yang dimiliki oleh desa dan dipersenjatai modal penyertaan dari desa, tentu saja sebagian besar anggarannya didapat melalui dana desa. Yang artinya bahwa tidak semua urusan ekonomi desa masuk dalam ranah BUM Desa, sama sekali tidak. Karena di desa masih ada banyak lembaga ekonomi yang tidak masuk dalam cakupan BUM Desa bahkan tidak bisa dijadikan BUM Desa.

    Selain faktor kesalahpahaman dari masyarakat tentang persepsi dana desa, beberapa BUM Desa yang sudah berdiri nyatanya juga gagap mengurusi persoalan ekonomi desa dan tak adanya pemasukan untuk kas desa. Kesalahan tersebut bisa jadi karena salah menilai potensi desa yang berakhir pada salah dalam memilih usaha, mandeg ditengah jalan, atau mungkin salah menempatkan orang untuk menanggung jawabi BUM Desa itu sendiri, sebenarnya banyak variable penyebab kegagalan BUM Desa, ini hanya segelintir point dari penyebab kegagalan BUM Desa.

Apakah tiap desa mempunyai BUM Desa?

    Tidak setiap desa mempunyai BUM Desa, namun pada tahun 2018 pemerintah menargetkan 5000 BUM Desa dan alhasil, 35 ribu BUM Desa sudah terdaftar di Kementerian Desa, dan pada tahun 2020 ini sudah ada sekitar 46 ribu BUM Desa yang berdiri dari total 74.957 Desa di Indonesia. Artinya sudah ada sekitar 64 persen, bahkan hampir mendekati angka 70 persen jikalau Desa-desa di Indonesia menginisiasi mendirikan BUM Desa.

Apakah itu berarti bahwa Desa yang memiliki BUM Desa sudah mandiri secara ekonomi dan merealisasikan harapan bersama?

    Sebagian desa mungkin bisa masuk kategori tersebut, namun kebanyakan dari 46 ribu BUM Desa yang terdaftar itu hanya bermain pada badan usaha simpan pinjam (koperasi), Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendes PDTT, Anwar Sanusi berkata bahwa mayoritas dari BUM Desa di wilayah bagian Barat sudah ada kategori yang maksimal dalam pendirian dan penjalanan dari BUM Desa itu sendri,dan di wilayah bagian timur perlu adanya intensitas lebih dalam pendampingan agar bisa menjadi pilar ekonomi dan menampung seluruh aktivitas ekonomi yang tumbuh di pedesaan. Artinya bahwa masih banyak dari BUM Desa yang merangkak bahkan berjalan di tempat. Hal itu bisa diidentifikasi hari ini, dimasa pandemic Covid-19 berlangsung, hampir seluruh desa dipelosok negeri hanya mengandalkan bantuan pemerintah, banyak dari para perantau desa yang pergi ke kota untuk bekerja kini kembali ke kampung halamannya karena berbagai macam alasan, dampak dari Covid-19 ini tak main-main, banyak dari perantau di PHK (Pemberhentian Hubungan Kerja), penghasilan yang menurun, bahkan bangkrut yang mengharuskan mereka kembali ke kampung karena sulitnya mencari pekerjaan di kota. Dan banyak pula mereka yang kembali dari kota lagi-lagi kembali menganggur di kampung halamannya karena ternyata desa pun tidak memiliki lapangan pekerjaan, salah satu alasannya adalah karena BUM Desa tidak berjalan seperti yang diharapkan.

Benang merah dari polemic tersebut adalah bahwa kebanyakan BUM Desa gagal, padahal dengan dana yang digelontorkan pemerintah tersebut seyogyannya desa mampu menjawab persoalan social yang hadir dimasa pandemic seperti ini, lantas dimana kesalahannya?

    Kita tidak bisa memberikan putusan salah benar kepada desa atas tanggung jawabnya mengurusi BUM Desa, atau Pemerintah yang menggelontorkan dana besar untuk desa namun tak menjawab persoalan social hari ini. Namun jika harus kita analisa lebih jauh maka aparatur desa lah yang harus mempunyai gagasan kreatif dan inovatif untuk BUM Desa-nya agar kelak di kemudian hari desa mampu menjadi tonggak tegak tidaknya Negara dalam mengurusi persoalan ekonomi, dan pemerintah harus membuat regulasi yang jelas dan ketat tentang BUM Desa itu sendiri, memang dengan terbitnya peraturan UU Desa No.6 Tahun 2014 desa bebas menentukan Perencanaan, Pelaksanaan, Penatausahaan, Pelaporan dan Pertanggungjawaban yang dilakukan dalam mengelola keuangan desa terpadu, namun mesti ada control lebih untuk mengelola BUM Desa, atau mungkin menerbitkan Peraturan Menteri Desa (Permendes) tentang alokasi dana desa yang dikhsuskan untuk pendirian dan pengelolaan BUM Desa.

    Selain dari dua hal tersebut, antara regulasi dan sosok pemimpin dari kepala desa, Negara harus bisa menggalakkan lembaga anti korupsi seperti KPK untuk terus membadani persoalan dana desa, mengingat nominal yang besar untuk dana desa, pemerintah pusat maupun  desa tidak boleh main-main dengan itu.

#

Posting Komentar

0 Komentar